Friday 17 May 2013

Pada Siapa Kapal Kan Berlabuh?

Pada siapa kapal kan berlabuh?
Laut pun mulai pasang
tenggelamkan pulau yang gersang.

Walau terus lebarkan layar,
angin tak sedianya datang
menjemput yang sabar.

Pada laut yang hitam,
wajahmu jelas, cemas dan kelam.
Tak berpeluk kasih
hingga mengalir perih.

Haruskah kulayarkan kapal,
walau tak satu pun pulau
menanti ku berlabuh?
Pada suatu yang nyata yang kekal,
yang lagunya berlantun syahdu.

Pada siapa kapal kan berlabuh?
puing diri memandang angkasa
yang rapuh lalu runtuh
dalam rahasia setiap senja.

Hingga pulau tenggelam
pada habisnya malam,
kapal kan ku layar
menuju tempat yang tiada.

Kenapa Harus Jadi Waras?


Berpikir ...

Anjing liar mengais sampah
Pelacur banal menanti hibah
Bangkai mayat membusuk
Aroma neraka padat menusuk

Aku giila, berlari di awan
Aku gila, berenang di tanah
Pesona elang semakin menawan
Hati terkejut mangsa dijarah

Aku takut, Aku takut, menggigil, menangis,

Aku takut jadi waras,
yang waras tidak menghentak
yang waras tidak berotak
yang waras hanya membebek
yang waras hanya merengek

Buku sejarah bertumpuk
di dalamnya orang gila mengamuk
Buku sejarah bertumpuk
Orang waras?

Ha Ha Ha

Mereka didalam kaleng kerupuk
Diam tak berfikir
Melembek disiram air


Hidupmu, Bunga


Taman bunga membentang, oh.. alangkah harumnya.
Tapi aku tertarik padamu,
yg berbau busuk, bak bangkai terhitung ramai.

Taman mawar bermekaran, oh.. alangkah merahnya.
Tapi aku terpesona padamu,
yg bermahkota hitam, meringis sampai teriris.

Ku ambil parit dan sabit.

Bantai! Tebas! Tebas!
Biarkan tanaman yang lain tumbuh!!

Apakabar? dan semoga hidupmu menyenangkan.
walaupun mati, semoga matimu menyenangkan.

Aku mau bunga yang itu, biar ku petik
ku pakai di daun telingamu.
Lalu menarilah, lebih cepat, lebih semangat!

Katakan dengan lantang bahwa dunia ini milik mu.
Ya, milik mu.

Taman bunga membentang, oh.. alangkah indahnya.
Tapi aku tertarik padamu,
yang bukan bunga.

Hujan

Aku tidak pernah sepakat untuk dilahirkan,
bagaimana dengan mu?
Aku tidak pernah sepakat untuk menjalani hidup,
bagaimana dengan mu?

Aku sadar, menggenggam tangannya,
membelai rambutnya,
mencium bibirnya.

Apa kau juga sadar?

Aku berjalan,
mempercepat langkahku, lalu berlari.

Tapi apa aku sepakat?

Bagaimana dengan mu?

Saat kau turun sedikit demi sedikit,
lalu deras, deras, deras,
dan berhenti.

Apa kau sepakat?

Call the Answer


Dear my great, my brother.

You've known right about the life
about the answer,
the answer of all the answers.
Where the people sing their sense, no more blind and deaf,
nothing truth that hide away behind the falsity.

Dear my brother, poor my brother.

Come on my brother!

please, whisper it to me, who is He?

who is He?


The Man and the Crow

The man and the crow
Living together in the cave
The man and the crow
Living forever set the fate

He was swimming
He was flying
looking for the land of sand
without sorrow in the band

Blue in the sea
Blue in the skies
and as far as they see
Blue is around the eyes

O, The man and the crow
Take the feast and eat it
Spit it up in the second beat

The crow is truly rough
married with slut of crow
Will black death tomorrow
O, The man and the couple crow

Road to Nirvana

Behind the dark-black shadow
I see a colour of glow
Behind the little piece of tears
I see no one fear

By this leaf,
We walk together
Steps that brief
Left all morose forever

Everyone need a peace
Not only a band of hippies
Everyone need a serve
In the beauty of love

In the van that I drive
We're looking for a life
On the road to nirvana

From the land of war
We tired then jump on the car
Ready on the road to nirvana 


January 12, 2011

Cinta Bicara

Kau genggam tanganku
pilu.
Adakah hari terberkati
sebelum habis batas.

Tiada bunyi pada detik jam
hanya kereta jenazah
berlalu kelam.

Kau genggam tanganku
tanpa ku tatap wajahmu.
Hanya nadi yang bicara
lewat getar samar terbaca.

Kau pilih aku di penghabisan,
di hari kau tempatkan kepalamu
di pahaku.

Tiada harmoni lama dipangku
seperti nafasmu cepat berlalu.
Tanganmu menengadah ke atas
lalu bicara lewat matamu,
lewat hatimu,
lewat mautmu.

“Di mana aku bisa memeluk cinta?”
Demikian kalimat terakhir terungkap
dari balik wajah pengharap
yang gelap.



Bogor, 30 Juli 2012.

Budaya Membaca, Budaya Merdeka

Jika kita mampir ke Inggris, bertanyalah secara iseng kepada seorang office boy tentang siapa yang menjadi penulis favoritnya, niscaya ia bisa langsung menyebutkan nama penulis favoritnya, entah penulis fiksi ataupun non-fiksi, sebelum kita sempat memikirkan pertanyaan berikutnya. Sebegitu besarnya kecintaan orang Inggris terhadap budaya membaca sehingga para penulisnya pun sangat dihargai. Wajar saja jika seorang penulis macam J.K. Rowling ternyata kini lebih kaya raya dibandingkan Ratu Inggris.

Bagaimana dengan minat membaca di Indonesia? Menurut survey UNESCO (United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization), minat membaca di Indonesia ternyata menempati peringkat terendah di ASEAN. Indeksnya hanya mencapai 0,001 atau hanya ada satu orang pembaca di antara seribu orang. Hal ini sungguh tragis mengingat jumlah penduduk Indonesia berjumlah lebih dari 250 juta jiwa. Minat membaca yang kurang merupakan bukti bahwa kebudayaan membaca di Indonesia masih lemah. Bahkan, Remy Sylado, penulis, mengatakan bahwa budaya kita masih budaya oral (budaya ngomong). Sindiran ini menandakan bahwa kita lebih sering hanya bicara dalam menyelesaikan persoalaan padahal dengan membaca kita sudah melakukan analisa kritis terhadap persoalan yang ingin kita selesaikan.

Kurangnya minat membaca dipengaruhi oleh salah satunya anggapan bahwa membaca cenderung membuang-buang waktu dan bukan kegiatan yang produktif jika kata ‘produktif’ di sini diartikan dengan mampu menghasilkan uang. Ironisnya kita yang setuju dengan anggapan tersebut ternyata lebih sering mengutak-atik gadget atau seharian di depan stasiun televisi. Tak mungkin suatu bangsa menjadi bangsa yang memiliki peradaban yang besar jika tidak membaca. Hal ini disetujui oleh Octavio Paz yang dalam pidato penerimaan nobel satra tahun 1990 ia berkali-kali menegaskan bahwasanya membaca adalah kegiatan melawan pemborosan waktu.

Membaca adalah belajar. Dengan membaca kita memasuki dunia yang baru. Membaca sebuah cerita membuat kita merasakan bagaimana menjalani hidup seperti tokoh-tokoh yang diceritakan dan membuat kita mampu bersikap kritis dalam memberikan makna terhadap kehidupan kita sendiri. Lebih jauh lagi, membaca membuat kita belajar bertoleransi dan menerima perbedaan sehingga kita dapat menghindari konflik dengan saling memahami. Dari sudut pandang Islam, ayat pertama yang turun kepada Muhammad adalah Iqra, yang berarti ‘bacalah!’ Karena membaca adalah aktifitas berpikir yang membuat kita memahami realitas dan tahu bagaimana harus bertindak di dalam realitas.

Pada novel The Reader karya Bernhard Schlink, yang sudah difilmkan dengan judul yang sama, dikisahkan tokoh bernama Frau Schmitz, yang dipanggil Hanna, yang menyembunyikan ketidakmampuannya membaca dan menulis karena ia malu. Karena ia bersikeras menutupinya ia pun akhirnya terlibat dalam masalah yang besar. Ia bahkan rela dipenjara atas tuduhan yang tidak pernah ia lakukan daripada mengakui bahwa ia buta aksara. Namun, pada akhirnya ia sadar dan menghabiskan tahun-tahunnya dipenjara dengan belajar membaca. Dalam novel itu tertulis kutipan yang menarik yang bunyinya:

“Buta huruf adalah ketergantungan. Dengan menemukan keberanian belajar membaca dan menulis, Hanna telah melangkah maju dari ketergantungan dan menuju kemandirian, suatu langkah menuju kemerdekaan.”

Hanna memang menghabiskan hidupnya di penjara namun baginya ketidakmampuannya untuk membaca adalah penjara yang sesungguhnya. Lalu kita yang lebih beruntung dibandingkan Hanna karena sudah diajarkan cara membaca, maukah kita terus membaca atau kita lebih senang di dalam penjara? (L)

Sajak Tanpa Kata Cinta

Bangun dalam sendiri
adalah yang biasa ku kerjakan
walau hujan enggan berhenti
dan pagiku berjalan pelan.

Bukankah hidup tak seindah di balik kata, kawan?

Kau yang ajarkan aku
tentang berada di puncak gunung tanpa mendakinya,
tentang melukis langit dengan hasrat yang membara,
tentang mencumbui kekasih tanpa apa pun rasa.

Aku suka menari
walau di lantai penuh duri.
Lalu tunggu apalagi?
Lekas menari
bersama jutaan kata yang terbang tinggi,
semakin tinggi,
meninggalkan yang dikasihi.


Bogor, 16 Juli 2012